Tuesday, October 25, 2011

“Monkeys Demand Equal Pay”

Sebuah penelitian terhadap perilaku monyet dilakukan dengan perlakukan sebagai berikut:
  • Beberapa monyet dilatih untuk menukarkan mata uang logam dengan sebuah mentimun. Ketika imbalan yang diberikan sama (1 mentimun = 1 mata uang logam) maka monyet-monyet tersebut dapat membawa sampai 95% mentimun yang ada.
  • Setelah beberapa waktu, seekor monyet diberikan imbalan yang lebih baik berupa anggur, sementara monyet lainnya diberikan imbalan seperti semula.
  • Setelah perlakuan tersebut, sebagian besar monyet melemparkan uang logam yang diberikan dan sebagian monyet menolak membawa mentimun dan memberikannya kepada monyet lainya.
  • Penelitian tersebut menunjukan bahwa monyet-monyet tersebut tidak mau berkontribusi lebih baik ketika ada perlakuan yang tidak adil diantara mereka.

Apa yang terjadi pada percobaan terhadap monyet-monyet tersebut pada kenyataannya terjadi pada kehidupan kita sehari-hari. Banyak para peneliti Indonesia yang hijrah ke negeri tetangga juga merupakan bagian dari ketidakpuasan atas imbal jasa yang diterima, termasuk atas ketidakadilan secara internal sebagai sesama pegawai dalam lingkup pegawai negeri sipil. Seorang Profesor Riset yang telah menempuh pendidikan S2 dan S3 di luar negeri dengan Golongan IV/E mempunyai gaji yang lebih kecil dibandingkan seorang guru Sekolah Dasar, apalagi dibandingkan gaji petugas pajak seperti Gayus Tambunan yang baru masuk golongan III/A.

Coba baca sekilas artikel berikut :
Kompas, 25 Oktober 2011.

“Ketidakpedulian pemerintah terhadap kegiatan riset antara lain dibuktikan dengan rendahnya gaji profesor riset. Bahkan, gaji berikut tunjangan seorang profesor riset yang berada dalam pangkat tertinggi golongan IV/E masih lebih rendah daripada gaji guru sekolah dasar di Jakarta dan sekitarnya.
Gaji pokok seorang profesor riset golongan IV/E di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), misalnya, saat ini Rp 3,6 juta per bulan. Gaji ini ditambah tunjangan peneliti Rp 1,6 juta per bulan. ”Jadi, total gaji yang saya terima Rp 5,2 juta per bulan,” kata Prof Dr Ir Jan Sopaheluwakan, MSc, pakar ilmu kebumian yang sudah bekerja sekitar 30 tahun di LIPI.
Pendapatan seorang profesor riset yang menduduki jabatan struktural sedikit lebih tinggi karena mendapatkan tunjangan jabatan Rp 3,2 juta per bulan. ”Gaji pokoknya sama, Rp 3,6 juta per bulan, dan tidak bisa naik lagi karena sudah berada dalam golongan pangkat tertinggi IV/E,” kata Prof Dr Ir Bambang Subiyanto, MAgr, pakar biomateria yang juga Kepala Pusat Inovasi LIPI, di Jakarta, Senin (24/10/2011).
Meski mendapatkan tunjangan struktural, gaji profesor riset yang sudah menempuh pendidikan S-2 dan S-3 di perguruan tinggi luar negeri tersebut tetap saja lebih rendah dibandingkan dengan gaji guru sekolah dasar di propinsi Jakarta yang mencapai Rp 7-8,5 juta (sudah sertifikasi guru) dan di propinsi banten yang mencapai Rp 6,5 juta (sudah sertifikasi guru)………..baca selengkapnya di harian Kompas, 25 Oktober 2011………….

Sistem imbal jasa / kompensasi yang ada di lingkup PNS saat ini masih sangat kaku dan tidak mendorong para pegawai untuk lebih termotivasi dalam meningkatkan kompetensi dan produktivitasnya. Lebih jauh dari itu, sistem pengelolaan SDM pegawai negeri sipil sudah sangat perlu untuk diperbaiki, baik dari sistem rekrutmen, penggolongan jabatan, kompensasi dan benefit serta pengelolaan kinerja pegawai.

Semua aspek dalam pengelolaan SDM pegawai saling berkaitan, dan pada akhirnya jika semua berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan jangka panjang untuk membangun negeri ini menjadi lebih baik maka diperlukan reformasi pengelolaan SDM pegawai secara keseluruhan dan berkelanjutan. Jangan seperti kondisi saat ini hanya fokus pada perbaikan remunerasi di beberapa kementerian sehingga dampak terhadap kinerja dan layanan yang dirasakan oleh masyarakat belum maksimal.

follow me on twitter @aguspri78

No comments:

Post a Comment

dream, keep it alive, passion will take you there

“ Setiap orang berhak sukses, setiap orang berhak bahagia. Perjalanan menuju sukes dan bahagia dimulai dari mimpi / cita - cita masing-masing. Jika kita memilih untuk menempuh perjalanan tersebut seperti aliran air maka kita hanya akan sampai pada comberan, sungai, danau, laut atau tempat-tempat lain yang lebih rendah. Namun jika kita menetapkan tujuan hidup (mimpi/cita-cita) dengan jelas maka kita bisa menetapkan jalan mana yang akan kita tempuh agar perjalanan menuju sukses dapat tercapai dengan lebih cepat, lebih baik dan lebih bermakna dengan penuh gairah“.